A. Aspek Kimia Fisika Minyak Atsiri
Parameter
yang banyak digunakan untuk melihat mutu minyak atsiri dapat dilakukan terhadap
pemeriksaan sifat fisika-kimia minyak atsiri antara lain:
1.
Indeks
bias
Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan
kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut.
Indeks biasa digunakkan untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian.
Harga indeks bias dalam Farmakope Indonesia dinyatakan untuk ukuran garis (D) cahaya natrium putih pada gelombang
589,0 nm dan 589,6 nm. Refraktometer Abbe digunakan untuk mengukur rentang
indeks bias. Untuk mencapai ketelitian teoritis ± 0,0001, perlu dilakukan
kalibrasi alat terhadap bahan baku. Pengendalian suhu dan kebersihan alat
dengan menetapkan indeks bias air, destilasi yaitu 1,3330 pada suhu 200 dan 1,3325 pada suhu 250
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat
terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama
menggunakan piknometer. Kecuali dinyatakan lain lain dalam monografi, keduanya
ditetapkan pada suhu 250 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1979; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995; Guenther, 1987 ).
Air murni memiliki bobot jenis 1 g/cm3
atau 1000 kg/ m3. Bobot jenis minyak atsiri berkisar antara
0,696-1,119 g/mL, namun pada umumnya minyak atsiri memiliki bobot jenis lebih
kecil dari air (Sastroharmidjojo, 2004).
2.
Putaran
Optik
Rotasi
optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar
terpolarisasi dilewatkan melalui cairan. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran
dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisa cairan setebal 1 dm pada suhu
200. Senyawa yang memutar bidang cahaya sesuai arah jarum jam
dilihat kearah sumber cahaya, bersifat memutar ke kanan bidang terpolarisasi dan rotasi sudutnya
diberi tanda (+), zat yang memutar bidang cahaya berlawanan dengan arah jarum
jam bersifar memutar ke kiri dan rotasi sudutnya diberi tanda (-) (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1979; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995).
3. Kelarutan dalam Alkohol
Kelarutan minyak didalam alkohol
dipengruhi kandungan kimia didalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri
mengandung hidrokarbon tak terhidrogenasi. Makin tinggi kandungan hidrokarbon tak
terhidrogenasi maka makin sukar larut, karena senyawa terpen teroksigenasi
merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol, maka
kualitas minyak atsiri semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).
4. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah bilangan yang
menunjukkan jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam
bebas yang terdapat dalam 1 g zat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1979). Kurang lebih 4 gram sampel
ditimbang, lalu ditambahkan 5 mL etanol netral dan 5 tetes fenolftalein.
Kemudian dititrasi dengan alkohol-kalium hidroksida 0,1 N hingga warna merah
jambu. Volume pentiter diukur dan bilangan asam dihitung (Apriyantono, 1989).
5.
Bilangan
Ester
Bilangan ester zat adalah jumlah mg
kalium hidroksida yang diperlukan dalam untuk menyabunkan 1 g zat. Bilangan
penyabunan adalah bilangan yang menunjukkan jumlah mg kalium hidroksida yang
diperlukan untuk menetralkan asam basa dan menyabunkan ester yang terdapat
dalam 1 g zat uji. Bilangan ester dihitung dari mengurangkan nilai penyabunan
dengan bilangan asam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
6.
Kromatografi
Analisis minyak tumbuhan dapat dilakukan dengan cara
kromatografi. Dua cara kromatografi utama yang digunakan ialah KLT untuk uji pemurnian minyak dan kromatografi gas untuk identifikasi asam lemak yang terkandung dalam
minyak, memisahkan senyawa yang mudah
menguap dan tidak terjadi dekomposisi akibat pemanasan (Harborne, 1987).
a.
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu
analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi berdasarkan
perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya
menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase diamnya disesuaikan
dengan jenis sampel yang ingi dipisahkan. Mekanisme sorpsi yang utama pada KLT
adalah partisi dan adsorpsi. Partisi terjadi pada fasa gerak dan fasa diam
sedangkan proses adsorpsi senyawa dilakukan oleh adsoben yang bertindak sebagai
fasa diam. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.
Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin
terbawa oleh fase gerak tersebut (Rohman, 2008). Penetapan letak bercak dapat dilakukan dengan
pengamatan langsung jika senyawa tampak pada cahaya tampak, ultraviolet
gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366), atau pengamatan dengan
cahaya tampak atau ultraviolet setelah disemprot dengan larutan penampak bercak
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya
dinyatakan sebagai faktor retensi Rf.
Rf
= Jarak
yang ditempuh senyawa terlarut (a)
Jarak
yang ditempuh pelarut (S)
b.
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM) merupakan
gabungan antara instrumen kromatografi gas dengan spektrometer massa yang
digunakan untuk pemisahan, identifikasi dan penentuan kadar minyak atsiri.
Komponen dasar dari instrumen KG-SM berupa gas kromatografi inert, kamar
ionisasi, penganalisa massa, detektor, dan
rekorder (Skoog et al., 2004 ;
McNair,
H and Bonelli E.J., 1988).
Gambar Rangkaian alat GC (McNair,
H and Bonelli E.J., 1988)
Spektroskopi Massa (SM) menyediakan informasi struktur lengkap untuk hampir semua komponen yang dapat diidentifikasi secara tepat, namun tidak dapat memisahkannya. Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis KG akan keluar dari kolom dan mengalir secara langsung pada ruang ionisasi spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil, sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi solut secara kualitatif (Harvey, 2000 ; Skoog et al., 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar