Selasa, 30 September 2014

Aromaterapi 2


A.  Aspek Kimia Fisika Minyak Atsiri
Parameter yang banyak digunakan untuk melihat mutu minyak atsiri dapat dilakukan terhadap pemeriksaan sifat fisika-kimia minyak atsiri antara lain:

1.    Indeks bias
Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks biasa digunakkan untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian. Harga indeks bias dalam Farmakope Indonesia dinyatakan untuk ukuran garis (D) cahaya natrium putih pada gelombang 589,0 nm dan 589,6 nm. Refraktometer Abbe digunakan untuk mengukur rentang indeks bias. Untuk mencapai ketelitian teoritis ± 0,0001, perlu dilakukan kalibrasi alat terhadap bahan baku. Pengendalian suhu dan kebersihan alat dengan menetapkan indeks bias air, destilasi yaitu 1,3330 pada suhu 200  dan 1,3325 pada suhu 250 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama menggunakan piknometer. Kecuali dinyatakan lain lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995; Guenther, 1987 ).
Air murni memiliki bobot jenis 1 g/cm3 atau 1000 kg/ m3. Bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,119 g/mL, namun pada umumnya minyak atsiri memiliki bobot jenis lebih kecil dari air (Sastroharmidjojo, 2004).

2.    Putaran Optik
Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisa cairan setebal 1 dm pada suhu 200. Senyawa yang memutar bidang cahaya sesuai arah jarum jam dilihat kearah sumber cahaya, bersifat memutar ke kanan  bidang terpolarisasi dan rotasi sudutnya diberi tanda (+), zat yang memutar bidang cahaya berlawanan dengan arah jarum jam bersifar memutar ke kiri dan rotasi sudutnya diberi tanda (-) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). 

3.    Kelarutan dalam Alkohol
Kelarutan minyak didalam alkohol dipengruhi kandungan kimia didalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri mengandung hidrokarbon tak terhidrogenasi. Makin tinggi kandungan hidrokarbon tak terhidrogenasi maka makin sukar larut, karena senyawa terpen teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol, maka kualitas minyak atsiri semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).

4.    Bilangan Asam
Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam bebas yang terdapat dalam 1 g zat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Kurang lebih 4 gram sampel ditimbang, lalu ditambahkan 5 mL etanol netral dan 5 tetes fenolftalein. Kemudian dititrasi dengan alkohol-kalium hidroksida 0,1 N hingga warna merah jambu. Volume pentiter diukur dan bilangan asam dihitung (Apriyantono, 1989). 

5.    Bilangan Ester
Bilangan ester zat adalah jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan dalam untuk menyabunkan 1 g zat. Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menunjukkan jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam basa dan menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 g zat uji. Bilangan ester dihitung dari mengurangkan nilai penyabunan dengan bilangan asam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). 

6.      Kromatografi
Analisis minyak tumbuhan dapat dilakukan dengan cara kromatografi. Dua cara kromatografi utama yang digunakan ialah KLT untuk uji pemurnian minyak dan kromatografi gas untuk identifikasi asam lemak yang terkandung dalam minyak,  memisahkan senyawa yang mudah menguap dan tidak terjadi dekomposisi akibat pemanasan (Harborne, 1987).

     a.      Kromatografi Lapis Tipis
        Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase diamnya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingi dipisahkan. Mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Partisi terjadi pada fasa gerak dan fasa diam sedangkan proses adsorpsi senyawa dilakukan oleh adsoben yang bertindak sebagai fasa diam. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Rohman, 2008). Penetapan letak bercak dapat dilakukan dengan pengamatan langsung jika senyawa tampak pada cahaya tampak, ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366), atau pengamatan dengan cahaya tampak atau ultraviolet setelah disemprot dengan larutan penampak bercak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi Rf.
                        Rf   =       Jarak yang ditempuh senyawa terlarut (a)
                                                Jarak yang ditempuh pelarut (S)

     b.      Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa
      Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM) merupakan gabungan antara instrumen kromatografi gas dengan spektrometer massa yang digunakan untuk pemisahan, identifikasi dan penentuan kadar minyak atsiri. Komponen dasar dari instrumen KG-SM berupa gas kromatografi inert, kamar ionisasi, penganalisa massa, detektor, dan  rekorder (Skoog et al., 2004 ; McNair, H and Bonelli E.J., 1988). 

 
Gambar Rangkaian alat GC (McNair, H and Bonelli E.J., 1988)

Pemisahan bobot molekul dan rumus molekul pada kromatografi gas (KG) umumnya berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen yang akan dipisahkan. Sampel KG dapat berupa gas atau cairan, yang diinjeksi pada aliran fasa gerak yang berupa gas inert (gas pembawa) seperti He, N2, Ar, dan H2. Sampel dibawa melalui kolom kapiler dan komponen sampel akan terpisah berdasarkan kemampuanya untuk terdistribusi dalam fasa gerak dan fasa diam. Kolom yang digunakan biasanya terbuat dari kaca, stainless steel, tembaga, atau aluminium dan mempunyai panjang sekitar 2-6 m, dan diameter 2-4 mm. Kolom diisi dengan suatu fasa diam dengan kisaran diameter 37-44 µm sampai 250-354 µm, fase diam KG dapat berupa padatan atau cairan. (Harvey, 2000 ; Skoog et al., 2004).  
Spektroskopi Massa (SM) menyediakan informasi struktur lengkap untuk hampir semua komponen yang dapat diidentifikasi secara tepat, namun tidak dapat memisahkannya. Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis KG akan keluar dari kolom dan mengalir secara langsung pada ruang ionisasi spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil, sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi solut secara kualitatif (Harvey, 2000 ; Skoog et al., 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar