BAB I
PENDAHULUAN
Swamedikasi
adalah pengobatan yang dilakukan oleh diri sendiri baik secara farmakologi
(obat OTC) ataupun non farmakologi untuk mencegah, meringankan, ataupun
menghilangkan gejala penyakit atau penyakit ringan. Beberapa keuntungan swamedikasi
adalah dapat mencegah maupun mengobati penyakit atau gejalanya lebih dini dan
dapat menurunkan biaya terapi. Ada
beberapa swamedikasi penyakit atau gejala penyakit yang telah dikembangkan saat
ini, salah satunya adalah swamedikasi tentang mual dan muntah.
Muntah
didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Sedangkan mual adalah suatu respon yang berasal dari respon
penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau penciuman. Jadi dapat
dikatakan bahwa pada umumnya muntah terjadi setelah timbulnya gejala mual. Saat
ini, mual dan muntah dianggap sebagai efek samping pengobatan yang tidak dapat
dihindari, terutama pada pasien kemoterapi, ataupun pasien yang sedang
menjalani pengobatan dengan aspirin, NSAID selektif, ataupun antibiotik
doksisiklin. Namun ada beberapa hal yang dapat menyebabkan mual ataupun muntah,
selain efek dari suatu pengobatan, diantaranya adalah efek karena adanya
kehamilan dan infeksi ataupun permasalahan saat pemberian makan pada bayi.
Pasien dengan gejala mual yang diikuti dengan muntah biasanya dapat menyebabkan
dehidrasi, sehingga sebagian besar pasien akan terganggu akibat munculnya
gejala ini. Terapi farmakologi ataupun terapi nonfarmakologi telah banyak
dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan gejala mual dan muntah.
Farmasis sebagai salah satu pelayan kesehatan
dapat berpartisipasi dalam memberikan terapi farmakologi yang nanti akan
berkolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya, ataupun terapi nonfarmakologi.
Salah satu bentuk terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan oleh seorang
farmasis adalah memberikan informasi mengenai swamedikasi tentang antimuntah.
Mengingat
pentingnya swamedikasi anti muntah ini, maka penulis menyusun makalah tentang swamedikasi
antimuntah. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai beberapa bahasan mengenai
swamedikasi antimuntah, yaitu: definisi, epidemiologi, patofisiologi, dan
mekanisme terapi yang diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Muntah
atau emesis (Yunani) adalah suatu
cara perlindungan alamiah dari rubuh terhadap zat-zat merangsang dan beracun
yang ada di dalam makanan atau merupakan gejala penyakit kanker lambung, mabuk
darat, dan lazim terjadi saat masa hamil. Adapun antimuntah atau antiemetika
adalah zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah (Tjay &
Rahardja, 2006).
2.2
Epidemiologi
Mual muntah muncul pada orang dewasa dan anak-anak. Data statistik
epidemiologimual muntah tidak ada karena
banyak kasus penyakit dimana gejala ini muncul, dan banyak pasien tidak
melaporkan keadaan ini pada praktisi kesehatan yang menanganinya. Tiga kondisi umum yang berhubungan dengan mual
muntah adalah mabuk perjalanan, mual
muntah karena hamil (NVP), dan gastroenteritis karena virus.
2.3
Patofisiologi
Mekanisme muntah secara alami belum
sepenuhnya dipahami, namun beberapa mekanisme patofisiologi yang menyebabkan
mual dan muntah telah diketahui. Pusat pengatur muntah berupa kumpulan syaraf yang
berlokasi di medula oblongata. Syaraf–syaraf ini menerima input dari:
1.
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema.
2.
Sistem vestibular (yang
berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit telinga tengah).
3.
Nervus vagus (yang
membawa sinyal dari traktus gastrointestinal).
4.
Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual
yang berhubungan dengan cedera fisik).
5.
Nukleus traktus
solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks).
6.
Sensor utama stimulus somatik
berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe
serat saraf aferen vagus.
Transmitor yang terlibat dalam jalur
emesis tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi CTZ diketahui memiliki banyak
reseptor neurotransmitter, diantaranya dopamine
D2 dan serotonin. Sinaps kolinergik dan histaminergik terlibat dalam
transmisi dari apparatus vestibular ke pusat muntah.
Pusat muntah berjalan ke saraf vagus
dan ke neuron motoric spinal yang mempersarafi
otot abdomen. Pusat muntah berperan dalam mengatur serangkaian reaksi
kompleks yang mendasari emesis. Pada kondisi muntah juga terjadi peningkatan
produksi air ludah, peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung serta
pelebaran pupil mata. Pada kasus keracunan pangan oleh S. aureus, muntah yang terjadi disebabkan oleh tertelannya
enterotoksin staphylococcal yang
dibentuk oleh bakteri ini. Staphylococcal
yang tertelan, akan berikatan dengan antigen major histocompatability complex (MHC) yang menstimulasi sel T
untuk melepaskan cytokine. Sitokin
ini selanjutnya akan menstimulasi neuroreseptor yang ada di saluran pencernaan
dan rangsangan tersebut akan diteruskan ke sistim syaraf pusat, sehingga memicu
pusat muntah (VC) dan mengakibatkan terjadinya muntah. Gerak peristaltik
terbalik memindahkan isi usus halus bagian atas ke dalam lambung. Glotis
menutup, nafas ditahan, sfingter esophagus, dan sfingter gaster berelaksasi
yang menyebabkan otot abdomen berkontraksi mengeluarkan isi lambung (Neal,
2006).
|
2.4
Obat-obat
Antiemetika
Antiemetik
atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual/muak dan
muntah. Antiemetik secara khusus digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan
efek samping dari analgesik golongan opiat, anestesi umum, dan kemoterapi yang
digunakan untuk melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migrain.
Anti emetik terbagi dalam beberapa golongan sebagai berikut:
1.
Golongan antagonis reseptor 5HT3
Obat emetik ini menghambat reseptor
serotonin pada sistem saraf serebral dan saluran pencernaan. Sehingga, obat
emetik golongan ini dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah setelah
operasi dan penggunaan obat sitotoksik. Adapun golongan obat
emetik ini adalah:
a.
Granisetron
Granisetron tersedia dalam bentuk tablet
dan cairan/sirup untuk diminum secara oral. Untuk pencegahan mual dan muntah
pada kemoterapi, Granisetron biasanya diminum satu jam sebelum kemoterapi
dijalankan. Dosis kedua diberikan setelah 12 jam dari dosis pertama. Minum
Granisetron sesuai dosis yang diresepkan, jangan minum lebih sering atau kurang
dari yang diresepkan dokter.
b.
Ondansetron
Ondansetron
diperuntukkan untuk mencegah mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi kanker
atau setelah operasi. Ondansetron bekerja dengan memblokade hormon Serotonin
yang menyebabkan muntah. Selain itu
Ondansentron digunakan untuk mengobati kecanduan alkohol. Obat ini digunakan sebelum atau sesudah makan.
Ondansetron juga dapat diminum bersama antasida. Dosis pertama diberikan 30
menit sebelum kemoterapi. Dosis selanjutnya sesuai resep dokter, biasanya satu
sampai dua hari setelah kemoterapi selesai. Untuk kondisi kesehatan lainnya
pemberian berbeda-beda. Ikuti cara pakai yang diberikan dokter anda. Ceritakan ke dokter anda jika pernah atau mengidap
penyakit perut atau usus, penyakit hati, dan alergi. Kurangi minum alkohol,
karena dapat meningkatkan efek sampingnya. Berhati-hati bila mejalankan
aktivitas yang memerlukan konsentrasi seperti menyupir sampai anda tahu
bagaimana obat ini mempengaruhi anda.
Ceritakan kepada dokter
jika anda hamil sebelum menggunakan Ondasentron. Belum diketahui apakah
Ondasentron juga disekresikan lewat air susu. Konsultasikan ke dokter jika anda
menyusui.
c.
Tropisetron
Tropisetron digunakan untuk mual karena
kemoterapi dan muntah pada anak. Mencegah mual dan muntah setelah operasi.
Obat ini bekerja di otak dan digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah
karena penyakit kanker, sakit karena radiasi, obat golongan opiat, obat sitotoksik,
dan anestesi umum.
Metoclopramide
diketahui bekerja pada saluran pencernaan sebagai prokinetik, dan ini berguna
pada penyakit saluran cerna, tetapi kurang berguna pada rasa ingin muntah
karena obat sitotoksik dan setelah operasi.
Dalam penggunaan obat ini, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan:
§ katakan kepada dokter anda tentang obat resep atau obat non resep yang anda
konsumsi khususnya yang mengandung amobarbital, insulin, narkotika, phenobarbital, sedatives, tranquilizer,
dan vitamin;
§ katakan kepada dokter anda bila anda pernah mengidap atau masih mengidap
tumor adrenal, penyakit kejiwaan, parkinson, tekanan darah tinggi, penyakit
hati, atau ginjal;
§ katakan kepada dokter anda bila anda hamil atau berniat untuk hamil atau
menyusui. Jika anda hamil sewaktu masa minum obat Metoclopramide hubungi dokter
anda;
§ jika anda dalam masa operasi termasuk operasi di dokter gigi, katakan ke
dokter atau dokter gigi anda bahwa anda minum Metoclopramid;
§ obat ini menyebabkan kantuk. Jangan mengendarai kendaraan atau mesin sampai
anda dapat mengatasi efek obat ini;
§ alkohol dapat menambah rasa kantuk yang disebabkan obat ini.
Obat-obat golongan ini efektif untuk beberapa kondisi, termasuk mabuk
perjalanan dan rasa mual di pagi hari pada ibu hamil.
a.
Diphenhydramine
b.
Dimenhydrinate selain
sebagai antiemetik juga mengatasi vertigo.
c.
Pyrathiazine
d.
Promethazine
Penderita penyakit jantung atau kegagalan fungsi hati perlu pengawasan yang
ketat sewaktu minum obat ini atau tidak minum sama sekali. Anak-anak seharusnya
tidak minum Prometahazine dengan dua alasan, pertama, dapat menyebabkan sindrom
Reye. Kedua dosis yang besar dari antihistamin dapat menyebabkan konvulsi,
halusinasi dan kematian bagi anak.
Pasien yang mengkonsumsi obat ini dilarang mengendarai kendaraan atau
mengoperasikan mesin berat atau terlibat pada aktivitas yang berbahaya di bawah
pengaruh obat ini. Obat ini tidak dibuat untuk keamanan ibu hamil atau ibu
menyusui.
e.
Betahistine khusus
untuk vertigo
Betahistin dihidroklorida adalah obat
yang sangat mirip senyawa histamin alami. Betahistine bekerja dengan cara
langsung berikatan dengan reseptor histamin. Reseptor ini terletak di dinding
aliran darah, termasuk di dalam telinga. Dengan mengaktifkan reseptor ini
menyebabkan pembesaran pembuluh darah. Dengan peningkatan sirkulasi darah,
mengurangi tekanan di telinga. Betahistine fungsi utamanya sebagai obat
penyakit Meniere.
Obat ini membantu menghilangkan tekanan
di dalam telinga dan mengurangi frekuensi dan keparahan serangan mual dan
pusing. Betahistine juga mengurangi bunyi mendenging di telinga (tinitus) dan
membantu fungsi pendengaran menjadi normal.
4.
Penghambat kanal kalsium (Ca2+)
Flunarizine
Flunarizine adalah penghambat selektif
masuknya kalsium dengan cara ikatan calmodulin
dan aktivitas hambatan histamin H1. Obat ini efektif untuk mencegah migren,
penyakit vaskular periferal terbuka, vertigo, dan sebagai terapi tambahan pada
epilepsi.
Untuk pemilihan obat mual yang tepat ada baiknya anda harus periksakan
diri dan konsultasi ke dokter.
2.5
Terapi Farmakologi
· Obat emetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk
mengobati mual dan muntah. Untuk pasien yang emamtuhi dosis dan anjuran minum
obat oral, maka dapat dipilihkan obat yang sesuai. Pada pasien yang tidak bisa
mengonsumsi obat oral, disarankan menggunakan obat rektal atau parenteral.
· Dianjurkan menggunakan obat antiemetik tunggal pada sebagian besar kondisi,
pengecualian untuk pasien yang tidak menghasilkan respons atau yang mendapat
kemoterapi emetonik kuat, dibutuhkan multi regimen obat.
· Terapi mual-muntah sederhana biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat
bebas atau obat resep pada dosis lazim efektif yang rendah sudah dapat
menyembuhkan.
· Penanganan mual muntah yang kompleks membutuhkan terapi obat yang bekerja
kuat, bisa lebih dari satu obat emetik.
· Pemberian obat antiemetik tergantung pada kondisi pasien, apabila keluhan
terdapat di saluran cerna, maka diberikan antasida atau antagonis H2 pada dosis
tunggal.
· Muntah akibat pengaruh kemoterapi dapat diatasi dengan pemberian fenotiazin
dan benzodiazepin.
· Untuk pascaoperasi dapat diberikan antagonis serotonin.
· Pada mual dan muntah yang dialami ibu hamil dilakukan terapi fenotiazin,
antihistamin-antikolinergik, metoklopramid, dan piridoksin (Yulinah, 2008).
2.6
Terapi Non Farmakologi
· Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan
konsumsi makanan dan minuman dianjurkan untuk menghindari masuknya makanan.
· Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai
intervensi perilaku termasuk relaksasi, biofeedback,
self-hypnosis, dan distraksi
kognitif.
· Muntah psikogenik kemungkinan dapat diatasi dengan
intervensi psikologik (Yulinah, 2008).
2.7
Saran Untuk Pasien
Beberapa tindakan
pertama yang dapat dilakukan ketika pasien mengalami muntah adalah sebagai
berikut:
a.
Jangan panik.
b.
Usahakan untuk tidak
makan dan minum selama 15-20 menit setelah muntah.
c.
Mulailah memberikan
minum air putih pelan-pelan untuk menghindari dehidrasi. Sebaiknya tidak
memberikan makan terlebih dahulu.
d.
Hindari pemberian
susu, jus, atau makanan terutama makan yang mengiritasi lambung.
e.
Kompres hangat
disekitar ulu hati dapat membantu mengurangi rasa tidak enak setelah muntah.
f.
Sebaiknya tidak
memposisikan diri tidur terlentang setelah muntah. Hal ini untuk mencegah
respon muntah susulan dan masuknya muntahan ke dalam saluran pernapasan.
g.
Sebaiknya tidak
mengkonsumsi obat anti muntah tanpa anjuran dokter.
Apabila terjadi hal-hal berikut, maka pasien
dianjurkan berkonsultasi dengan dokter.
- Muntah terus terjadi selama 24 jam dan tidak dapat mentoleransi pemberian makan dan minum.
- Muntah disertai demam dan nyeri pada perut atau berwarna kuning atau kehijauan.
- Tanda-tanda dehidrasi seperti lemas, mengigau dan mengantuk.
- Mual yang menyertai sensasi berputar (vertigo), kehamilan dan obat-obatan tertentu.
- Muntah disertai demam dan keras pada bagian perut.
- Usia penderita muntah di bawah dua bulan.
- Jika selalu muntah sesaat setelah diberikan minum.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Muntah adalah respon balik makanan yang telah
ada di lambung ke mulut. Hal ini biasanya disebabkan adanya dorongan yang kuat
yang tidak dapat ditolak oleh penderita. Muntah sendiri sebenarnya adalah
gejala dari penyakit yang sebenarnya. Muntah dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yang paling sering adalah adanya infeksi virus atau bakteri yang masuk ke dalam
saluran pencernaan. Muntah dapat juga disebabkan oleh adanya gangguan makan
seperti anoreksia, vertigo, infeksi pada saluran kencing, migrain, dan lainnya.
3.2
Saran
Sebaiknya ketika pasien muntah tidak langsung
meminum obat anti muntah. Penggunaan obat anti muntah merupakan pilihan
terakhir dalam upaya penyembuhan, itu pun setelah pasien memeriksakan diri ke
dokter agar diketahui jelas penyebab muntahnya (kondisi klinis pasien) sehingga
dapat dipilihkan obat yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Neal, M. J. 2006. At a Glance: Farmakologi Medis. Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Tjay, T. H. dan Rahardja, K. 2006. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Yulinah, E. 2008. ISO
Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan. Jakarta