Minggu, 10 Juni 2012

Saya Mahasiswa Tingkat Akhir


Beberapa bulan terakhir ini Allah memberikan kesempatan agar saya dapat berdiskusi dengan teman-teman ADK dari berbagai universitas, baik itu mengenai kondisi LDK di kampus mereka masing-masing, strategi perekrutan mahasiswa baru, alur kaderisasi lembaga, program-program syi'ar dan peningkatan kualitas kader pengurus, ataukah hanya sekedar obrolan ringan untuk lebih mengenal karakteristik kader dari berbagai daerah

Maka selain ada ilmu-ilmu baru tentang dakwah kampus yang saya dapatkan dari diskusi tersebut, saya bisa menyimpulkan satu hal bahwa, aktivis dakwah kampus selalu menemukan permasalahan yang sama di tingkat akhir perkuliahan mereka, yaitu, SKRIPSI..hehe :)

Nah, ulasan yang ingin saya buat kali ini bukan tentang bagaimana managemen / strategi dakwah dari kampus mereka, karena saya merasa masih belum pantas untuk menuliskannya, selain itu data yang terkumpul masihlah belum memadai, maka saya menjadi khawatir hasilnya tidak begitu maksimal jika dipaksakan saat ini.

Ulasan kali ini ringan saja, hehe.. sambil mengingat masa lalu, saya akan mencoba sedikit berbagi tentang bagaimana dulu saya menyelesaikan permasalahan mahasiswa tingkat akhir itu saat masih kuliah S1 di Universitas Mulawarman Samarinda.

Yup, kali ini, kita akan berbicara tentang skripsi.. ^.^b

Semoga tulisan ini terlindungi dari hal-hal yang tidak mendatangkan berkah dari-Nya.

Bismillahirrahmanirrohim..

Hal pertama yang harus sama-sama kita pahami adalah, kita semua pasti akan menjumpai skripsi dalam proses perjalanan kuliah kita. Apakah itu mau kita percepat atau malah akan kita undur pengerjaannya. Yang pasti, “saat” itu akan tetap kita jalani, kita HARUS MENYELESAIKANNYA. Karena seperti yang kita tau, skripsi adalah syarat penting kelulusan S1.

Hal kedua yang juga harus kita sepakati adalah, kita BUKAN MAHASISWA BIASA. Ada berbagai pertimbangan amanah organisasi yang (sering) mempengaruhi pengambilan keputusan kita dalam pengerjaan skripsi tersebut. Pertanyaan “siapa yang akan meneruskan amanah itu ketika saya pergi?” selalu singgah di pikiran kita. Benar?

Hal ketiga yang tak kalah penting adalah, kita smua punya keluarga dan lingkungan yang senantiasa menilai serta mengharapkan yang terbaik dari pribadi kita. Katakanlah, kuliah ini adalah juga sebagai bentuk pelaksanaan TANGGUNG JAWAB kita kepada orang tua yang telah membiayai, serta mendoakan kita agar sukses nantinya. Sepakat?

Jika kita sudah menyepakati ketiga hal tersebut, maka saya akan memulai cerita saya…
………………..

Saya mulai mengerjakan skripsi pada semester 4. Tapi jangan mengira bahwa pada saat itu saya sudah langsung mulai menulis proposal skripsi / konsultasi-konsultasi kepada dosen pembimbing, belum.. Taukah apa yang saya lakukan di semester 4 itu? Saya membuat PETA KELULUSAN.

Isinya adalah alur-alur dan target yang harus saya lalui untuk menperoleh gelar S.Farm. Jangan juga mengira bahwa peta skripsi itu adalah sesuatu yang sempurna dan valid untuk saya ikuti hingga lulus. Tidak, sungguh peta skripsi awal saya jauh dari sempurna. Banyak sekali mengalami revisi pada semester-semester sesudahnya.

Catatan penting pada poin pertama ini adalah, buatlah RENCANA. Tanpa rencana yang jelas untuk masa depan, sama saja kita sedang merencanakan kegagalan. Hal ini tentu bukan sekedar rencana bahwa bulan sekian saya akan seminar proposal, bulan berikutnya saya sidang pendadaran, dan seterusnya.. bukan, tentu tidak semudah itu rencana yang harus kita buat. Ingat, kita bukan mahasiswa biasa.

Rencana yang kita buat harus jelas dan realistis dengan tahapan-tahapan pencapaiannya. Contoh, ketika kita merencanakan seminar proposal pada semester ke-7, maka kita juga harus menentukan langkah-langkah untuk mencapainya, seperti mencari alternatif judul proposal yang baik sejak semester 6, konsultasi dengan pihak-pihak tertentu sejak semester 5, mencari referensi jurnal-jurnal / studi kasus lapangan, hingga menentukan berapa waktu yang kita perlukan (serta targetkan) untuk menyelesaikan tulisan proposal skripsi kita. Nah, langkah-langkah “kecil” tersebut sangat penting untuk mencapai target seminar proposal di semester 7 itu. Maka, buatlah serinci mungkin apa yang harus kita lakukan untuk mencapai setiap target. Dan, KONSISTEN UNTUK MELAKSANAKAN SETIAP TARGET yang kita buat. Kalau perlu, tulis besar-besar di kertas / papan tulis, dan tempel / letakkan di tempat yang selalu kita lihat setiap hari. Dinding kamar misalnya.

Selanjutnya, saya mulai mewujudkan satu per satu target yang telah saya buat tersebut. Dalam proses pelaksanaannya, tentu banyak terjadi hambatan. Maka, hal penting selanjutnya adalah rutin melakukan EVALUASI TARGET. Fleksibel saja. Jika memang harus ada target yang direvisi, maka segera perbaiki. Penyegeraan evaluasi tersebut membuat kita selalu on fire mencapai tahapan-tahapan target selanjutnya yang belum tercapai. Insya Allah, SABAR DAN IKHLAS saja dalam menjalaninya. Allah menilai setiap usaha kita, yang penting kita sudah benar-benar MELAKUKAN DENGAN MAKSIMAL. Eitss..jangan salah, perencanaan dalam bentuk target itu adalah salah satu poin penting untuk memaksimalkan usaha kita lo..

Poin kedua, yang tentu saja tidak kalah pentingnya, yaitu JANGAN PERNAH MENINGGALKAN AMANAH DAKWAH KARENA SKRIPSI. Banyak aktivis yang terjebak untuk memilih di antara keduanya, jika fokus skripsi maka pasti akan meninggalkan aktivitas dakwah, begitu pula sebaliknya. Tidak, saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak seperti itu. Pegang dengan keteguhan hati kita isi kandungan QS. Muhammad : 7, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong agama Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.

Sikap yang tepat adalah dengan mengaturnya dengan managemen yang baik. Fokus bukan berarti meninggalkan hal lain untuk melakukan satu hal khusus saja. Bukan seperti itu. Jangan lupa bahwa fokus merupakan salah satu bentuk profesionalitas kita sebagai bukan mahasiswa biasa. Contoh nyatanya seperti ini, pada saat syuro maka fokuskan pikiran dan tubuh kita dengan hal yang berhubungan dengan materi syuro. Jangan sampai ada jurnal bahan skripsi di samping buku syuro kita, atau jangan pula asyik brosing bahan penelitian pada saat pemimpin syuro sedang memaparkan agenda syuro. Begitu pun sebaliknya, saat di kelas dosen sedang menjelaskan materi kuliah, kita malah asyik sms-an koordinasi dengan ketum tentang rencana agenda dakwah ahad nanti. Hehe..intinya, jangan mencampur-adukkan amanah yang satu (akademik) dengan amanah yang lain (organisasi dakwah).

Ehm..sebenarnya untuk yang satu itu, saya juga sempat beberapa kali “melanggar”nya sendiri kemarin. Hehe.. Memang saya akui sulit, memusatkan pikiran untuk satu hal (kuliah misalnya) di saat yang bersamaan mungkin kita juga sedang menghadapi satu permasalahan dakwah yang harus segera diselesaikan. Atau, di saat acara dakwah yang sedang tampak “membosankan”, pikiran kita malah ada di tumpukan tugas-tugas kuliah di rumah. Subhanallah, dan saya pun mengakui, saat-saat itu adalah waktu yang paling tepat untuk mengaplikasikan ilmu manageman waktu kita.Maka, tertantanglah kita untuk bisa menerapkan FOKUS PADA TEMPATNYA.

Jika pun suatu saat terjadi benturan yang sulit diatasi, maka langkah yang selanjutnya lagi-lagi bukan meninggalkan amanah dakwah, tapi “mengurangi” intensitasnya. Kita alokasikan diri kita untuk peran-peran dakwah yang masih dapat kita lakukan sambil tetap menyelesaikan amanah akademik. Contoh, jika pada semester 6 jumlah binaan kita ada 4 halaqoh, maka mungkin langkah yang bijaksana untuk menguranginya menjadi 2 halaqoh saja pada semester 7, dengan catatan 2 halaqoh yang lain tentu sudah mampu dikondisikan untuk dilakukan rolling murabbi / penataan kelompok. Contoh lain, jika pada tahun ke-3 perkuliahan kita memiliki amanah di 2 organisasi internal dan 1 organisasi eksternal kampus, maka bijaksana pula untuk memaksimalkan diri hanya di 1 organisasi saja pada tahun ke-4. Tentu lagi-lagi dengan catatan, kita harus sudah memaksimalkan adanya regenerasi sebelumnya, atau antisipasi-antisipasi lain sehingga kepergian kita tidak membuat organisasi tersebut menjadi bermasalah. Inilah pentingnya perencanaan di awal, untuk mengantisipasi hal-hal seperti regenerasi kader misalnya. Kadang kita terlena dengan amanah dakwah kita, tidak sadar bahwa waktu kita sungguh sempit di tempat ini, sementara pekerjaan kita yang lain masih banyak yang harus diselesaikan.

Selanjutnya, poin ketiga, KOMUNIKASIKAN DENGAN BAIK pilihan-pilihan (baik pikiran maupun tindakan) kita kepada pihak-pihak terkait. Contoh, untuk pengerjaan skripsi maka yang tepat adalah mengkomunikasikannya dengan dosen kita. Sampaikan minat dan keinginan yang ingin kita dapat dari skripsi kita tersebut, kapan target kelulusan kita, dan mintalah kesediaan dosen kita untuk membantu mewujudkannya.

Selanjutnya komunikasikan pula dengan pihak keluarga, dalam hal ini orang tua kita. Sampaikan perkembangan akademik kita, untuk orang tua yang pendidikannya juga tinggi dan paham tentang perkuliahan, kita bisa ajak diskusi tentang rencana yang akan kita jalankan untuk mencapai target kelulusan, apa saja kendala dalam penelitian, dan sebagainya. Namun jika orang tua kita kurang paham tentang segala kerumitan kuliah kita (hehe..), maka jelaskanlah hal-hal umum yang mampu mereka mengerti saja. Intinya, mereka tau bahwa kita sedang berusaha yang terbaik untuk kuliah kita. Hal itu akan membuat mereka percaya dan bangga dengan bagaimanapun hasil yang kita dapatkan di akhir perkuliahan nantinya.

Dan..komunikasikan pula dengan qiyadah kita di organisasi terkait hal ini. Jangan sampai kita tiba-tiba “menghilang” tanpa kabar berita dan dinilai non-aktif tanpa alasan yang jelas. Komunikasikan dengan bijak lo, jangan berlebihan pula. Peran qiyadah yang nantinya akan membantu kita mengatur hal-hal yang dapat tetap kita kerjakan bersamaan dengan pengerjaan target akademik kita (skripsi). Maka, qiyadah juga dituntut bijak dalam hal ini. Eitss..satu hal lagi, jangan lupa komunikasikan semuanya dengan murabbi.

Poin keempat, atau yang terakhir..tapi sesungguhnya menjadi yang paling utama, yaitu PERBAIKI HUBUNGAN DENGAN ALLAH SWT. Insya Allah Dia akan membimbing kita memilih yang terbaik, melakukan yang terbaik, serta menjadi yang terbaik untuk semua pihak.. Insya Allah dengan niat yang lurus, ikhtiar yang maksimal, dan doa yang tulus.. kesuksesan itu bukan hal yang mustahil.

Maka apapun pilihan kita, lulus cepat atau lulus PADA WAKTU YANG TEPAT, keduanya mampu kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya..

...................
Astaghfirullah..astaghfirullah..astaghfirullah..

Saya tentu sangat jauh dari kesempurnaan, mungkin banyak pihak yang terdzalimi atas pilihan yang telah saya ambil dulu, mungkin juga ada amanah yang menjadi tidak maksimal karena saya memilik untuk memaksimalkan amanah yang lain.

Maka, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, semoga mereka dan Allah SWT mengampuni dan menjadikannya sebagai pelajaran serta hikmah di kemudian hari.

SELAMAT BER-IKHTIAR.. !!! ^.^/ 


Jogjakarta, 11 Juni 2012 ; 01.08 WIB

Rabu, 06 Juni 2012

Apakah Kita Sudah Tarbiyah?

Kita telah tarbiyah, jika..

1.) Terbuka terhadap Perubahan

Kita telah tarbiyah ketika kita mengembangkan sikap terbuka terhadap perubahan. Hasil akhir dari semua proses pembelajaran adalah perubahan, termasuk tarbiyah. Hasil akhir dari tarbiyah adalah adanya perubahan. Dalam beberapa kasus, insan tarbiyah "terlanjur" besar dalam kondisi tertentu dan sulit berubah ketika kondisi telah berbeda. Perasaan telah menjadi sesuatu / seseorang yang besar itulah yang membunuh tujuan akhir dari tarbiyah..
Sudahkah kita tarbiyah?

2.) Mampu Bersikap Tegas dan Menghindarkan Diri dari Sikap Agresif

Kita tarbiyah ketika menjadi manusia yang tegas, bukan agresif. Menjadi insan yang tegas tidak harus menumbuhkan agresivitas. Menolak praktik syirik, menolak kemaksiatan, mempertahankan strategi dakwah, menjelaskan tujuan dakwah, dan menegakkan disiplin memang membutuhkan ketegasan, tetapi tidak membutuhkan agresivitas. Produk dari tarbiyah adalah insan yang tegas dalam prinsip, memiliki determinasi yang tinggi, sabar dan ulet, serta tidak dapat diprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan kontraproduktif.
Sudahkan kita tarbiyah?

3.) Menjadi Pribadi yang Proaktif

Kita tarbiyah ketika proaktif terhadap hal-hal yang bermanfaat. Sebuah kemanfaatan mesti kita upayakan dengan sungguh-sungguh. Kesempatan belajar dan kesempatan-kesempatan lainnya tidak boleh disia-siakan hanya karena belum mendapat "restu" dari murabbi. Atau jangan sampai kita hanya berpangku tangan menunggu wasilah-wasilah (sarana) yang direkomendasikan oleh murabbi. Rekomendasi memang diperlukan dan syura memang harus dilakukan, tetapi kedua hal tersebut bukan alasan untuk tidak proaktif. Justru syura akan dinamis dan rekomendasi akan bervariasi jika peserta syura melakukannya dengan proaktif. Lalu,
Sudahkan kita tarbiyah?

4.) Menjadi Pribadi yang Memiliki Sikap Mawas Diri

Kita tarbiyah ketika tidak mudah menyalahkan orang lain. Bahkan sebaliknya, di lembaga tarbiyahlah kita mengembangkan sikap mawas diri. Tarbiyah mengantarkan seseorang untuk sadar akan pentingnya berinstitusi / berjama'ah dalam menegakkan agama. Namun kesadaran ini juga mesti diikuti dengan kesadaran bahwa sebuah jama'ah apapun adalah institusi manusia dengan segenap kemanusiaannya. Ada keunggulan di sana, ada kecerdasan, ada kehebatan, tetapi juga berserak kealpaan, keteledoran, ego, dan juga kepentingan individual. Tarbiyah menjadikan seseorang memiliki kesadaran bahwa berjama'ah / berorganisasi tetaplah lebih baik dari pada sendiri dengan segala kelemahan dan keunggulan pribadi.
Sudahkah kita tarbiyah?

5.) Menjadi Pribadi yang Mandiri

Kita tarbiyah ketika menjadi insan yang mandiri dan merdeka, bukan manusia yang tergantung pada orang lain. Fakta empiris menyajikan data bahwa para pahlawan kita memiliki jiwa merdeka yang membangkitkan energi besar dalam perjuangannya. Muhammad SAW adalah sosok yang mandiri dan merdeka, jauh dari intervensi siapa pun. Begitu juga dengan para sahabat beliau. Apakah kita pribadi yang mandiri?
Sudahkah kita tarbiyah?

6.) Menjadi Sosok yang Berperasaan, Tetapi Tidak Emosional

Kita tarbiyah ketika tarbiyah menjadikan hati dan perasaan kita hidup tanpa terjebak dalam sikap emosional. Kita juga siap menghadapi ujian dan tidak cengeng, serta tidak mudah terpukul oleh sebuah kegagalan. Emosi keagamaan adalah sebuah energi yang mendorong untuk berperilaku serba religi. Sedangkan sikap emosional dalam beragama adalah ekspresi yang tidak menguntungkan dan biasanya ditimbulkan oleh pribadi yang tidak siap menghadapi kenyataan.
Sudahkah kita tarbiyah?

7.) Menjadi Pribadi yang Sanggup Belajar dari Kesalahan

Seseorang yang tertarbiyah adalah seseorang yang menjadikan kesalahan yang dilakukannya sebagai salah satu cara untuk belajar. Kita sudah tarbiyah ketika kita mampu menjadi manusia yang sanggup menghadapi sesuatu di masa depan. Menghadapi sesuatu di masa depan pasca kekalahan memang tidak sederhana. Namun, kita harus bertanggung jawab menjawab pertanyaan, "Sudahkah kita tarbiyah?" dengan menjadi pribadi yang sanggup belajar dari kesalahan.
Sudahkah kita tarbiyah?

8.) Mampu Hidup di Masa Sekarang, Bersikap Realistis, dan Berpikir Relatif

Kita tarbiyah ketika kita tidak menjadi bagian dari masa lalu, dalam kata lain yaitu mampu bersikap realistis, berpikir secara relatif, dan tidak mutlak-mutlakan, serta memiliki kepercayaan yang tinggi. Yang dibutuhkan oleh dunia adalah seseorang yang mampu berpikir realistis dan memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan konsep atau idealismenya di dunia ini.

Maka, sudahkah kita tarbiyah?


Jogjakarta, 06 Juni 2012


"Sudahkah Kita Tarbiyah?"
(Refleksi Seorang Mutarabbi) 

Judul Kita Apa?

Mungkin kita hanya sekedar makin sering terlambat,
Mungkin juga sekedar sering lupa.
Atau cuma sedikit bertambah lalai.
Atau mungkin cuma sekedar semakin enteng untuk tidak terlibat.
Bisa juga semacam ketenangan dalam kelapaan.
Dan tentu kita tidak menyebutnya sebagai futur..

Bisa jadi, kita cuma sedikit malas.
Di mana dengannya, dalih kita menjadi agak banyak dan bervariasi.
Atau kita hanya semacam sedikit pilih-pilih tugas.
Ada agak banyak tugas yang kita rasa sudah tidak pantas (lagi) kita kerjakan.
Dan kita juga tidak menyebutnya sebagai futur..

Mungkin kita hanya sedikit terganggu.
Kita hanya sedikit agak terganggu dalam tilawah, atau dalam puasa, atau mungkin lainnya.
Sebenarnya tidak berat, cuma sekedar agak sulit menikmatinya.
Dan kita memang sulit mendefinisikannya sebagai futur..

Kita mungkin cuma semacam bosan.
Atau sekedar ingin melongokkan kepala ke luar sana.
Atau kita cuma kaget kecil-kecilan.
Atau sedikit silau.
Atau bahkan, sedikit lebih ringan dari pada itu.
Dan sulit bagi kita untuk menyebutnya futur..

Atau kita cuma sedikit tersadarkan. Pada realitas keluarga kita.
Anak dan istri kita. Rumah dan kendaraan kita.
Sedikit tersadar akan realitas karier kita.
Atau sedikit menghitung-hitung realitas sosial kita.
Dan tentu saja, itu bukan futur..

Bisa juga kita cuma sekedar melihat tikungan sejarah.
Ada yang berbeda di depan sana.
Dan kita semacam sedang sedikit membuat apresiasi.
Atau (paling tidak) semacam antisipasi. Tidak lebih dari itu.
(mungkin) itu juga bukan futur..


Jogjakarta, 06 Juni 2012

"Sudahkah Kita Tarbiyah"

Minggu, 03 Juni 2012

I AM A PHARMACIST

I AM A PHARMACIST
I am a specialist in medication
I supply medicines and pharmaceuticals to those who need them
I prepare and compound special dosage forms
I control the storage and preservation of all medication in my care

I am a custodian of medical information
My library is a ready source of drug knowledge
My files contain thousands of specific drug names and tens of thousands of facts of them
My record include the medication and health history of entires families
My journals and meeting report advances in pharmacy from around the world

I am a companion of the physician
I am a partner in the case of every patient who takes any kind of medication
I am a consultant of the meritss of different therapeutic agent
I am the connecting link between physician and patient and final check on the safety of medicines

I am a counselor to the patient
I help the patient understand the proper use of prescription medication
I assist in the patient’s choice of nonprescription medication
I advice the patient on matters of prescription storage and potency

I am guardian of the public health
My pharmacy is a center for health-care information
I encourage and promote sound personal health practices
My services are available to all at all times

This is my calling
This is my pride