Jumat, 31 Agustus 2012

Wahai Pemuda!

Wahai pemuda!

Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yaitu iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karakter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah nurani yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda. Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.

"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (QS.Al-Kahfi : 13)

Beranjak dari sini, sesungguhnya banyak kewajiban kalian, besar tanggung jawab kalian, semakin berlipat hak-hak umat yang harus kalian tunaikan, dan semakin berat amanat yang terpikul di pundak kalian. Kalian harus berpikir panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, maju untuk menjadi penyelamat, dan hendaklah kalian mampu menunaikan hak-hak umat ini dengan sempurna.

....................................

Bersiap-siaplah, wahai para tokoh! Sungguh, alangkah dekatnya kemenangan bagi kaum mukminin dan alangkah besarnya keberuntungan bagi para aktivis yang tak henti berjuang.
  
-Hasan Al Banna-






Saya suka sekali pidato-pidato beliau.
Awal membacanya bertahun silam, ruh semangat itu begitu menggelora dan meluap hebat.
Semua, bermuara pada dakwah. Hanya dakwah Illallah..
Apapun tak diperdulikan, semua tantangan siap dihadang.
Hanya kecintaan dan totalitas perjuangan pada dakwah saja..
Kekuatan ruh itu begitu luar biasa,
Kala itu..


Sekarang? Masihkah??

Pertanyaan sederhana yang cukup rumit menjawabnya, "semakin lama apa yang kita rasa?"


Bandung, 31 Agustus 2012 ; 22.19 WIB


Lia Puspitasari
(3 bulan menunggu -lagi-)

Siapa Kamu??


"Aku adalah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air ku di bawah naungan Islam yang hanif. Aku adalah manusia bebas yang mengetahui rahasia wujudnya, sehingga wujud itu pun berseru, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri'.. Itulah aku. Dan kamu, kamu sendiri siapa?"
(HASAN AL-BANNA)

Kamis, 30 Agustus 2012

Sang Pemusar Gelombang (Resensi)



………………….

“Tidak hanya dua itu saja, Gilang,” jawab Randy dengan nada meyakinkan, tak ketinggalan dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

“Golongan ketiga adalah para aktivis pergerakan Islam yang kemudian berpikir mendalam dalam menyelesaikan permasalahan ideologis ini, untuk kemudian menghasilkan sikap moderat.”

Wajah Gilang seolah mengatakan : cih!

Randy melanjutkan, “Mereka itu punya keyakinan bahwa Islam sesungguhnya adalah sebuah ideologi yang membawahi semua ideologi, termasuk di dalamnya nasionalisme, dan termasuk di dalamnya demokrasi. Mereka memandang bahwa semua isme yang sedang dianut sekarang bukan menjadi penghambat yang berarti bila semua dihadapi dengan strategi cerdas di tengah gelanggang. Merekalah yang kemudian turun ke lapangan dengan menawarkan langkah-langkah politik yang bermoralkan Islam atau Islami. Jadi, sudah bukan saatnya lagi jadi apolitis dan menganggap bahwa demokrasi-yang mungkin identik dengan sekularisme-adalah sesuatu yang besar dan tidak bisa dikangkangi.”

Gilang berusaha menyela, “Ah, gue nggak yakin, Ran. Gue lebih ngehargain mereka yang bertentangan secara ideologis dan menjadi outsider dengan mengusung isu-isu alternatif, misalnya Khilafah, daripada orang-orang yang masuk ke sistem dan kemudian menjadi oportunis.”

“Maaf, aku nggak sepakat dengan diksi ‘oportunis’ karena mereka bergerak dengan sebuah konsep yang ujungnya sampai pada apa yang dicita-citakan ; berupa kemerdekaan umat dalam mengatur dirinya. Dan juga menunjukkan kepada umum bahwa Islam bisa menyelesaikan masalah-masalah yang kontekstual, bukan melulu menjanjikan masa depan berupa kemenangan. Dan yang terpenting lagi, ini adalah sebuah cara untuk menjadikan umat Islam melek politik, yaitu dengan bersimulasi di dalam kancah sebenarnya, bukan dalam tataran teori.”

Gilang menyanggahnya cepat-cepat, “Mereka bisa saja tergerus oleh arus yang terbanyak, lantas digeneralisasi oleh masyarakat bahwa mereka sama saja dengan para pelaku politik lainnya yang cenderung pragmatis. Itu tadi, hipokrit tapi sok eksklusif!” Gilang tetap pesimistis, bahkan cenderung skeptis.

“Hmm..tidak menutup kemungkinan. Tapi, itulah yang mesti dilakukan dan memandang apa yang kemudian terjadi sebagai resiko perjuangan yang harus disikapi dengan sistem. Di sini diperlukan kesadaran..” Randy mencoba menjelaskan.

“Gue masih punya keyakinan bahwa Islam nggak bakalan berdaya menghadapi berbagai pergerakan global kalau umat Islam sendiri masih seperti sekarang ini. Menurut gue, nggak perlu ada kesatuan manusia dalam satu bendera  bila memang itu akan menimbulkan perpecahan dan peperangan. Buat apa sebuah nilai ideal bila diperjuangkan dengan darah.” Gilang memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang keyakinan Randy.

“Makanya, diperlukan pergerakan Islam alternatif yang bisa bermain di antara ini semua dengan cerdas dan membangun berbagai prosesnya dengan cara Islami pula, yaitu tanpa kekerasan, kecuali jika dalam prosesnya umat Islam dizalimi.”

…………………….

“Lang, agama itu nasihat ; manusia tanpa nasihat nggak bakal tentu juntrungannya,” ujar Randy tanpa diduga.

…………………………

Sang Pemusar Gelombang,
Sebuah novel yang berpusar pada peri kehidupan Syaikh Hasan Al-Banna.

Sosok dan teladan Syaikh Hasan Al-Banna telah menciptakan pusaran gelombang pemikiran dan perubahan yang mampu menginspirasi generasi demi generasi. Pusaran gelombang itu pula yang memengaruhi tokoh-tokoh utama dalam novel ini ; Hasan si pemuda yang gegar identitas ; Randy si aktivis dakwah militan ; dan Cikal, seleb superstar yang terjebak dalam kubangan hedonisme.

Novel karangan M.Irfan Hidayatullah, ketua FLP pusat sekaligus dosen sastra Indonesia UNPAD ini ditulis dengan gaya bahasa yang tajam sekaligus juga ringan. Tebalnya yang “hanya” 500 halaman sama sekali tak menyisakan ruang jenuh bagi para pembacanya, karena memang setiap untaian kata dan cerita yang menyenangkan untuk terus diikuti. Di dalamnya banyak hikmah dan sentilan-sentilan sederhana yang mendobrak sejauh mana pemahaman kita terhadap dakwah dan nilai yang diperjuangkannya. 

Good recommended!!


Jumat, 17 Agustus 2012

Spesial Milad ke-22 Sekdep KPSDM PUSDIMA 2011-2012

Prolog.
Aku teringat,
Sauatu saat dalam sejarah persaudaraan kita,
Kita berjalan saling memunggungi,
Tapi jiwa berpeluk-peluk,
Senyum mendekap senyum..

.......................

Tiba-tiba di mula hari ini,
Kau telah menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
Yang bertabur bintang penuh pesona..
Kemudian mengalun lirih doaku,
Jadilah kau setegar Hajar, sesuci Maryam, dan semulia Khadijah,
Menjadi wanita perkasa penuh keagungan..


Ada kalanya kita hanya mengisi waktu dengan cerita,
Memuaskan jiwa kita yang sudah lekat menyatu,
Rindu mengelus rindu..
Dalam doaku subuh ini,
Jadilah kau sebijak Lukmanul Hakim, setegar Ibrahim, dan sekasih Muhammad,
Nabi penyampai risalah mulia..

Ketika matahari mengambang di atas kepala,
Dalam doaku kau menjelma menjadi pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
Maka,
Jadilah engkau rumput nan lemah lembut,
Yang tak luruh dipukul ribut,
Bagai karang di dasar lautan,
Yang tak terusik dilanda badai..

Dalam doaku sore ini,
Kau menjelma seekor burung pipit yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis,
Kemudian terbang hinggap di dahan nan menjulang tinggi..
Lirih ku berdoa,
Kau akan semakin dewasa di puncak sana.. 

Magrib ini pun dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
Yang menyusup di celah-celah jendela,
Membisik lirih,
Dan menyentuh lembut setiap jiwa..
Lirih pintaku,
Rendahkanlah hatimu selalu.. 

Lalu,
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
Yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
Yang dengan setia dan tiada putusnya bernyanyi bagi kehidupan..
.......................................

Epilog.
Dengan segenap rasa rindu yang membingkai kasihku,
Semoga berkah dan ridho Allah senantiasa tercurah atasmu,

Barakallahu fi umriki 22 tahun ukhti Rina..
Semakin dewasa dan bijak,
Istiqomah dan ikhlas menjalani kehidupan..


AKHWAT KPSDM PUSDIMA 2011-2012 




Lilin Merah


Adakalanya, kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yang terbaik. 
Keheningan menghadirkan pemikiran yang bergerak ke dalam, menembus rahasia terciptanya waktu.
Keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. 
Hening menjadi cermin yang membuat kita berkaca-suka atau tidak pada hasilnya.

Lilin merah berdiri megah di atas glazur
kilau apinya menerangi usia yang baru berganti. 
Namun, seusai disembur napas, lilin tersungkur mati di dasar tempat sampah. 
Hangat nyalanya sebatas sumbu dan usailah sudah.

Sederet doa tanpa api menghangatkanmu di setiap kue hari, 
kalori bagi kekuatan hati yang tak habis dicerna usus. 
Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dalam gelap.
Berbahagialah, sesungguhnya engkau mampu berulang tahun setiap hari..


dee, 1998

spesial di-copas untuk saya (2/8) dan si-bungsu yang akan berulang tahun 19 Agustus 2012 nanti ^.^