Jumat, 27 Januari 2012

Tradisi Menuntut Ilmu Dalam Islam

Masjid Mardliyah UGM Jogjakarta ; Sabtu 28 Januari 2012 pk.06.45-08.20 WIB ; Uzt.Arif Rif'an

Ringkasan Materi
HR. Tirmidzi : “Jika kalian telah melihat kekikiran yang ditaati dan hawa nafsu yang telah dipertuhankan, kemudian dunia sudah diagung-agungkan, dan setiap orang yang bisa berpendapat bangga dengan pendapatnya sendiri. Maka, kamu harus memperbaiki diri, dan tinggalkan perkara-perkara yang diperebutkan oleh sebagian orang pada saat itu”

NB :
Kekikiran yang ditaati = egoisme manusia
Bangga dengan pendapatnya sendiri = sombong dan tidak mau menerima pendapat orang lain

Maksud dari hadist tersebut adalah kita harus menarik diri dari lingkungan yang seperti dijelaskan di awal hadist, menarik diri untuk BELAJAR, membersihkan hati dan niat serta mendalami ilmu, untuk kemudian KEMBALI ke lingkungan tersebut untuk merubahnya menjadi lebih baik.

Hal tersebut diterapkan oleh Imam Al-Ghazali dan terbukti telah melahirkan generasi-generasi yang kuat secara fisik, ruhiy, dan pemikiran. Salah satu contoh pemuda yang lahir pada generasi tersebut adalah Salahuddin Al-Ayubi..

Kisah Pengantar :
“Suatu saat terjadi pertemuan antara 2 guru besar, satu dari Arab dan satu lagi berasal dari Indonesia (kisah nyata, diceritakan pertama kali di Masjid UI Depok). Sang guru besar dari Indonesia berkata, “Saya beri waktu 20 detik, jika Tuhan memang ada, cabut nyawa saya..”.
Kemudian sang guru besar yang satu lagi dengan tenang menjawab, kalimat yang dipenuhi dengan keimanan yang kokoh, yang tidak mungkin keluar dari lisan manusia yang tidak kuat akidahnya, “Jika Tuhan itu tunduk pada kehendakmu, maka Ia bukan Tuhan, Ia budakmu.. Tuhan punya kehendak-Nya sendiri kapan Ia akan mencabut nyawamu..”. seketika sang guru besar dari Indonesia itupun terdiam. Na’udzubillah..itu seorang guru besar (menyoroti yang dari Indonesia), yang dinilai memiliki ilmu lebih tinggi dibandingkan manusia kebanyakan.. jika sang guru saja berkata seperti itu, lalu bagaimanakah dengan murid-murid yang diajarinya..?

Ada 3 hal perusak dalam menuntut ilmu :
  1. Dzalim
  2. Bodoh
  3. Gila
Ketiga hal itu dapat terjadi salah satunya karena hilangnya adab dalam menuntut ilmu.
Adab sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai “meletakkan sesuatu pada tempatnya”.

Bagaimanakah adab / tradisi dalam belajar Islam? Yaitu dengan memahami ILMU yang BERDIMENSI IMAN, yang berlandaskan akidah dan keimanan kepada Allah.

Rasulullah SAW sangat menggiatkan umatnya untuk belajar. Karena untuk membangkitkan peradaban yang kuat (kaum Quraish pada saat itu) dimulai dari membangkitkan tradisi ilmu. Dapat kita baca di shirah bahwa para sahabat adalah orang-orang yang “gila ilmu”.

Ingat kisah salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga? Yang tidak pernah melakukan amalan-amalan istimewa tapi dalam suatu majelisnya Rasulullah SAW mengatakan bahwa sahabat tersebut adalah ahli surga. Ternyata ada 2 hal yang membuatnya berbeda dari para sahabat kebanyakan, yaitu :
1.      Tidak pernah iri terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang lain.
2.      Tidak pernah menipu orang lain (apa adanya dan tidak munafik).
Ini adalah amalan hati, hal yang mungkin sering kita anggap sepele namun ternyata bernilai besar di mata Allah. Amalan “ringan” yang mengantarkan sahabat tersebut ke surga Insya Allah.

“Pada saat Allah menciptakan bumi, maka bumi bergetar. Kemudian Allah menciptakan gunung, maka tenang dan stabillah bumi itu. Malaikat takjub dan bertanya, “adakah ciptaan-Mu yang lain yang lebih hebat dari gunung Ya Allah?”. Allah pun menjawab, “Ada, yaitu besi.” Malaikat bertanya kembali, “Adakah ciptaan-Mu yang lebih hebat dari besi, Ya Allah?”. Allah menjawab, “Ada, yaitu api.”. Malaikat bertanya, “Adakah ciptaan-Mu yang lain yang lebih hebat dari api, Ya Allah?”. Allah menjawab, “Ada, yaitu air”. Malaikat masih tak henti bertanya, “Adakah ciptaan-Mu yang lain yang lebih hebat dari pada air, Ya Allah?”. Allah pun menjawab, “Ada, yaitu angin.”. Malaikat kembali bertanya, “Adakah ciptaan-Mu yang lain yang lebih hebat dari pada angin, Ya Allah?”. Dan akhirnya Allah menjawab, “Ada, yaitu SEORANG ANAK ADAM YANG BERSEDEKAH DENGAN TANGAN KANANNYA SEMENTARA TANGAN KIRINYA TIDAK MENGETAHUI HAL ITU.” (Hadist)

Hikmahnya adalah keikhlasan dalam beramal (amalan-amalan hati yang tidak dapat terlihat oleh manusia, hanya Allah Yang Tau) merupakan perkara yang jauh lebih hebat dari pada angin, air, api, besi, ataupun gunung-gunung yang mampu menstabilkan getaran bumi..

Sekali lagi, menuntut ilmu itu, harus dalam kaidah IMAN!
Ahli ilmu (ulama) yang rusak, maka ilmunya juga rusak, amalannya pun ikut rusak, dan ia akan menjadikan umat ini rusak pula..

Belajar dari ulama-ulama salaf :
  1. Imam Nawawi : dalam 1 hari mengulang 8 cabang ilmu
  2. Imam Ahmad bin Hambal : Hingga tua masih membawa pena dan kertas kemana-mana, sambil bertani, bahkan hingga akhir hidupnya
  3. Sayyid Qutb : dipenjara menghasilkan Fi Zilalil Qur’an 
  4. Imam As-Syafi’I : Umur 7 tahun hafidz, umur 10 tahun hapal hadist, umur 18 tahun sudah diminta fatwanya oleh para ulama
5.      Dll..

Semua itu, muncul dari tradisi ilmu yang benar, yang landasannya adalah iman. Karena jika kita melakukan sesuatu niatnya karena Allah..yakin, kita tidak akan pernah mengenal putus asa..

Imam Al-Qordhowi berkata, “Ilmu itu harus mendahului amal”.
Menuntut ilmu dalam Islam itu adalah bukti iman kepada Allah SWT. Mengajarkannya adalah terhitung sedekah, sementara mengkaji serta mendalaminya termasuk Jihad Fi sabilillah.

Belajar semua ilmu yang bermanfaat dalam Islam hukumnya Fardhu, selanjutnya terbagi 2 ; ada yang fardhu ‘ain, ada yang fardhu kifayah.

Menuntut ilmu itu tidak berbatas waktu..menuntut ilmu itu, MADAL HAYAH (sepanjang hidup)..

SEMANGAT MENUNTU ILMU KARENA ALLAH..!  ^^/

Referensi bacaan :
www.muslimheritageincroydon.org.uk
www.fstc.urg.uk
www.insistnet.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar